Siapa yang tak mengenal Khalil Gibran. Pasti akan tahu. Dengan syair-syair cintanya yang mendalam, Ia mampu menghardirkan suasana cinta dengan perasaan yang menggetarkan. Antara “ya” dan “tidak” pasti hatinya akan terketuk tak kala membaca syair sang pujangga ini. Gambaran isi syairnya tentang cinta, mangajak kita bernostaliga untuk memahami kembali apa sebenarnya cinta dan di peruntukan oleh siapa.
Ia mengajak kita untuk memahami hakikat cinta yang sebenarnya. Meskipun hakikat cinta sulit untuk di definisikan kecuali cinta pada dirinya sendirilah, cinta itu akan mampu untuk di definisikan. Gambaran cinta yang dilukiskan Khalil Gibran berupa cinta terhadap sesama manusia atau lebih tepanya cinta terhadap lawan jenis.
Salah satu syairnya “sayap-sayap patah” yang begitu monumental yang berkisah dari pengalamannya dalam mengarungi samudra percintaan. Yang mengisahkan sedang patah hati dengan cinta pertamanya karena kandas di tengah jalah akibat perbedaan kasta, tradisi, dan budaya. “Mengapa cinta harus mengisahkan kegelisahan dalam relung jiwa yang menyesakan dada sehingga tak berdaya untuk melawan” tulisnya dalam bait-bait syairnya.
Pria kelahiran asal Lebanon ini sudah sekian banyak memproduksi syair-syair cinta yang mampu menggetarkan perasaan manusia. Selain itu, Ia memberikan pemahaman cinta kepada manusia untuk menghargai cinta bukan untuk sebuah kekuasaan, harta maupun nafsu. Salah satunya yang digambarkan dalam buku karyanya “jiwa-jiwa pemberontak”.
Di dalam buku ini, Khalil Gibran mencoba melukiskan seperti apa cinta itu seharusnya. Bukan karena harta, kekuasaan dan kehormatan lantas kita mencintai seseorang. Pada posisi ini cinta menjadi terbelenggu sehingga cinta menjadi buta dalam memandang dunia. Selain itu, cinta terhadap harta dan kekuasaan cenderung lemah dan luntur seiring pudarnya harta dan kekuasaan.Tapi Lebi dari itu, berupa hati nurani yang jujur oleh sang pencinta dan sang perindu (laki-laki dan perempuan).
Buku “Jiwa-Jiwa Pemberontak” karya pujangga besar ini mengajarkan kepada kita memahami cinta yang sebenarnya. Berupa cinta yang memadukan jiwa laki-laki dengan jiwa perempuan. Dengan membangun kasih sayang yang tercurah di hati yang menjadikan masing-masing sebagai satu anggota badan kehidupan dan dalam satu kalimat di atas “bibir” tuhan. Pondasi cinta yang dibangun berupa cinta tuhan yang termanifestasi dalam diri manusia.
Jika cinta tidak bisa menemukan perpaduan antara jiw-jiwa manusia itu, maka cinta akan cenderung memberontak. Oleh karena itu, manusia akan rela untuk melepaskan apa yang ada dalam dirinya untuk menemukan keserasian jiwa-jiwa manusia akan cinta.
Sebagaimana sepenggal kisah yang ada dalam buku ini dengan tema “Wardah Hani”. Memceritakan tentang seorang bangsawan bernama Rasyid Bik Nu’m. Ia keturunan kaya raya dan lelaki berbudi mulia namun kolot yang selalu membagakan sekter-sekte nenek moyangnya dan selalu memamerkan harta miliknya. Suatu hari Ia menikahi perempuan yang dijadikan sebagai permaisurinya. Namun, setelah itu perempuan itu pergi meninggalkannya. Bukan persoalan harta dan ketidakcukupan dalam kebutuhannya. Akan tetapi, akibat tidak bisanya untuk memadukan jiwanya terhadap jiwa sang Sang Rasyid Bik Nu’m. Perempuan tersebut memilih laki-laki yang miskin dan Ia rela untuk hidup miskin karena jiwanya telah berpadu dengan jiwa lelaki miskin tersebut.
“Sebenarnya aku sudah berusaha untuk menerima cintanya, tapi itu sia-sia. Aku tak sanggup menggapainya. Karena cinta adalah kekuasaan yang menciptakan hati kita, sedang hati tak mampu menciptakan cinta”. Ungkap Wardah Hani dalam dialognya (hal 11).
Masih ada lagi kisa-kisa lain dari buku ini. Salah satunya “Khalil Si Bocah Kufur”, Ia membangkang dan keluar dari ajaran agamanya akibat tidak menemukan cinta di dalam agamnya tersebut. Cerita “Khalil Si Boca Kufur” mengkritik dogmatisme agama yang sering menjadikan alat legitimasi untuk melanggengkan kekuasaan. Sehingga manusia menjadi terkungkung dan cenderung ketakutan dengan ajaran-ajaran agama tersebut. Si Khalil berani memberontak kepada para pendeta serta mengingkari corak kehidupan mereka. Jiwanya memberontak untuk mencari sebuah kebenaran akan cinta yang termuat dalam ajaran-ajaran agama yang sesungguhnya.
Meskipun buku ini diterbitkan pada tahun 2010, akan tetapi isi buku ini menurutku masih relevan untuk kehidupan sekarang ini. Bagaimana kita harus memahami cinta yang sebenarnya. Karena terkadang cenderung kita mencapuradukan antara cinta dan nafsu, padahal kedua kata tersebut sangat berbeda jauh baik dalam makna dan tujuannya.
Bagi kalangan remaja yang sedang asyik-asyiknya mencintai perempuan ataupun sebaliknya, perempuan mencintai laki-laki buku ini sangat memberikan rekomendasi untuk dibaca. Bahkan sebagai pedoman untuk memahami dan mempergunakan cinta pada hakikatnya. Dengan Tebal 148 halaman disertai tulisan-tulisan yang disuguhkan sangat menarik dan ringan untuk dibaca dan di pahami. Sekian.
Leave a Reply