Pemilu Bersama Nurhadi Aldo: Koalisi Tronjal-Tronjol Maha Asyik

Perseteruan cebong dan kampret di media sosial,  membuat netizen berfikir ulang tentang pemilu 2019. Karena terlihat membosankan, munculah Koalisi  Indonesia Tronjal-Tronjol Maha Asyik, Nurhadi-Aldo (DiLdo). Kemunculan paslon fiktif DiLdo ditengah kegaduhan politik negeri, ternyata mampu membawa penyegaran wacana bernada parodi. Dengan guyonan santai yang khas, DiLdo mampu menarik minat netizen. Dalam waktu singkat akun instagram-nya, @nurhadi_aldo  mendapat ribuan followers. Bahkan sampai mereka membentuk tim sukses (timses) resmi pemenangan paslon ini. Postingan-postingan ber-tagar #McQueenYaQueen #Nurhadialdo #koalisitronjaltronjolmahaasyik, menjadi bukti keseriusan timses DiLdo.

Komentar-komentar kocak dan postingan nyeleneh terkait dukungan netizen kepada Nurhadi-Aldo pun menghiasi media sosial.  Seolah para netizen sudah bosan dengan kampanye timses Jokowi maupun Prabowo yang hanya mengumbar sentimen di dunia maya. Netizen dengan asiknya membagikan visi-misi pasangan DiLdo di semua akun media sosial.

Visi-misi yang paling konyol dari DiLdo adalah kebijakan reklamasi seluruh wilayah laut di Indonesia. Kebijakan ini berguna untuk mengatasi ketimpangan penguasaan tanah di negeri ini. Warga yang tidak memiliki tanah akan diberikan tanah secara gratis melalui skema reklamasi ini. Sementara untuk kaum yang menolak reklamasi akan dipindahkan ke sebelah selatan Provinsi NTB yang disebut Pulau Wibu.

“Kesejahteraan petani akan menjadi tolak ukur majunya pembangunan jika Nurhadi–Aldo kelak terpilih. Seperti dalam program reklamasi kemarin, 60 persen dari luas reklamasi akan dijadikan area persawahan dan kami akan mengangkat para petani menjadi PNS golongan O demi memakmurkan para petani-petani kecil. NurHadi-Aldo terlahir dari didikan keluarga petani oleh karena itu mereka sangat menghargai jasa para petani seperti mereka menghargai jasa para guru. Bila guru dan pendidikan adalah pondasi sebuah bangsa, maka petani dan hasil pertanian adalah atap bagi sebuah bangsa.” Kicau akun instagram @nurhadi_aldo

Kalau kita masih memiliki pikiran waras, kebijakan reklamasi seluruh laut Indonesia, merupakan hal yang sangat mustahil dan konyol sekali. Kalaupun itu bisa dilakukan, tentunya akan menghancurkan lingkungan, dan membutuhkan ongkos jutaan Triliun Dollar. Untuk mengongkosi anggaran infrastruktur saja, Pak jokowi menghabiskan uang 5 ribu Triliun,  itupun masih nunggak utang sana-sini. Apalagi mau melakukan reklamasi seluruh laut Indonesia? Kita bisa ketawa ngakak mendengarnya. Namun inilah hiburan yang bisa dinikmati dari pasangan ini, selera humor yang tinggi, ide-ide baru yang tidak pernah terpikirkan, membuat kita tertawa meskipun hidup ini semakin sulit saja.

Disisi lain dalam berkampanye, Nurhadi-Aldo memiliki idealisme yang memihak kaum tani Indonesia. Saya seperti melihat Bung Karno yang terlahir kembali. Kita tahu sendiri bagaimana Bung Karno begitu memihak kaum marhaen, kaum marhaen itu ya tani kecil, buruh, dan kaum melarat Indonesia! Mungkin pasangan Dildo ingin mengembalikan semangat marhaenisme  di era milenial, agar kaum milenial mau berkontribusi aktif dalam kegiatan pertanian dan pemajuan teknologi pertanian.

Program kampanye DiLdo bukanlah hal yang asal-ngawur, namun memiliki gagasan kuat didalamnya.  Pasalnya, kasus-kasus seperti penggusuran lahan pertanian, berkurangnya jumlah petani produktif,  dan kebijakan impor pangan, menandakan bahwa negara ini dalam bahaya mencukupi kebutuhan perut warga negaranya.  Jika Jokowi-Jk memiliki visi membangun negara maritim dengan membuat tol laut, maka Nurhadi-Aldo ingin membangun negara agraris dengan mereklamasi seluruh laut.  “Sungguh kontras bukan?”

Cerita pemilu 2014 sepertinya akan terulang kembali di 2019. Persaingan politik yang memanas diakar rumput, kampanye ujaran kebencian, dan rawannya benturan antar elemen masyarakat menjadi momok yang menakutkan. Masyarakat hanya diberi dua piihan untuk memilih presiden. Padahal masih ada banyak calon lain yang sebenarnya memiliki kualitas dan kapabilitas untuk mencalonkan diri sebagai presiden, namun karena terganjal sistem Thrusthold 20 persen, mereka tidak bisa masuk ke arena pertarungan.

Sepertinya partai-partai politik sudah kehilangan semangatnya untuk mengajukan kader terbaik dalam kontestasi pemilu sekarang. Mereka hanya sibuk membentuk koalisi untuk memperoleh kemenangan. Tentunya ada hitungan matematik-elektoral maupun segi finansial, tapi tujuan partai politik kan memang harus mencalonkan kader terbaiknya untuk menjadi presiden?

“Lha kok ini malah lebih suka mengelompok dan tidak pede untuk nyalon sendirian”.

Seolah-olah partai sudah tidak lagi percaya diri mengangkat vigur baru untuk mengganti vigur lama. Nama-nama lama sepeti: Mahfud MD, Airlangga Hatarto, Maaruf Amin, Muhaimin Iskandar, Choirul Tanjung, Anies Baswedan muncul kembali. Hal ini menguatkan sinyal bahwa parpol cenderung bermain aman dalam menghadapi dinamika politik era “milenial” ini.

Sebenarnya pada 2018 lalu, ada wacana untuk membentuk poros ketiga yang digagas oleh Partai Demokrat. Akan tetapi, tidak jelas kelanjutannya. Pada akhirnya Demokrat memilih untuk bermain aman dengan mendukung Prabowo. Hal lain dalam membentuk poros ketiga bisa dilakukan, jika partai-partai Islam seperti PKB, PAN, PKS dan PPP mau berkoalisi. Sayangnya, tidak ada kesatuan visi diantara partai Islam, akhirnya mereka harus memilih mendukung Jokowi atau Prabowo dalam Pilpres. Dari sinilah wacana mengenai poros ketiga mandek, dan politik kembali lagi ke arah konservatisme. 

“Dari pada bertarung banyak ruginya, mending bergabung dengan kawan yang sudah jelas punya modal yang kuat untuk menang, apalagi dapat bonus menteri.”

Logika seperti inilah yang membuat politik Indonesia terasa kering dan kurang greget. Miskin wacana dan cenderung partisan. Atas dasar kondisi inilah, Nurhadi-Aldo hadir untuk mendobrak kebekuan yang ada.

Wacana pembentukan poros ketiga menjadi sangat mungkin terjadi, namun dalam format yang berbeda. Nurhadi-Aldo tidak bertanding secara formal dalam kotak suara, namun menggerus suara pemilih baik Jokowi dan Prabowo. Saya membuat prediksi jika gerakan dukungan terhadap Nurhadi-Aldo semakin besar akan terjadi gelombang golput yang signifikan. Kebanyakan pemilih milenial adalah pengguna akun media sosial yang aktif, sementara dukungan terhadap Nurhadi-Aldo diinisiasi oleh generasi milenial. Jika suara-suara milenial ini bersatu untuk golput, mungkin sekali pemilu 2019 dimenangkan oleh suara golput, bisa jadi kemenangan salah satu calon kurang mendapatkan legitimasi dari masyarakat. Apa jadinya kalau ini terjadi? Saya tidak akan berandai-andai lagi, cukup! Bagi saya Nurhadi-Aldo adalah suatu gerakan politik baru, yang sudah muak dan geram terhadap saluran-saluran politik yang ada.

“Maka dari itu gerakan ini patut untuk kita lihat sebagai gerakan kritik milenial yang ternyata sangat politis dan bisa membuat perubahan!”

***

Penulis: Danang Pamungkas 19 Articles
Jurnalis lepas, dan Pengajar Partikelir di Sekolah Swasta. Penulis bisa dihubungi lewat email: danangpamungkas637@gmail.com

12 Komentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.