Malam itu saya kebingungan karena tidak tahu harus melakukan kegiatan apa setelah bekerja. Kebetulan belum lama ini, saya baru saja pindah ke Surakarta, dan belum mengenal jengkal-demi jengkal jalanan Kota Solo layaknya Yogyakarta.
Sudah 4 orang teman kerja yang saya kirimi pesan whatsapp malam itu. Jawaban mereka rata-rata sama. “Nongkrong di Hik saja mas, disana biasanya ada yang jual kopi.” Hadeeeh. Keinginan untuk nongkrong di warung kopi seperti waktu di Yogyakarta tidak bisa terwujud malam itu. Terus terang saya tidak bisa berlama-lama kalau nongkrong di angkringan atau sering disebut Hik di Kota Solo dan sekitarnya.
Akhirnya malam itu saya hanya duduk merenung di kamar. Mata saya tertuju ke laptop yang seminggu ini saya biarkan berdebu dan tergeletak diatas meja—lengkap dengan flashdrive yang masih menancap. Pikirku, barangkali menonton film di laptop akan jadi alternatif yang bagus untuk menghibur diri.
Saya cek satu demi satu folder film di laptop dan mendapati satu folder baru dengan nama “Gangnam Beuaty.” Oh, ini drama Korea yang temanku copy-kan dulu sebelum berangkat ke Solo. Akhirnya malam itu saya memutuskan untuk menonton drama Korea ini.
“Saya langsung jatuh cinta dengan drama ini setelah menonton episode pertamanya!”
Pelajaran Penting Dari Nonton Gangnam Beauty
Drama dengan jumlah 16 episode ini menceritakan karakter utama (Kang Mi Rae) melakukan operasi plastik untuk membuat wajahnya menjadi lebih cantik. Cerita masa lalu yang memperlihatkan tokoh utama yang dulunya sering mendapat bully-an karena wajahnya yang dianggap “jelek” oleh teman sekolah-nya, sering ditampilkan pada awal episode. Ia adalah pribadi yang pemalu, hal ini akibat latar belakang tokoh utama yang sering mendapatkan bully-an.
Setelah melakukan operasi plastik, diceritakan penampilan Mbak Mi Rae ini berubah 180 derajat. Walaupun penampilan fisik Mi Rae berubah 180 derajat, ia masih tetap mendapatkan cap sebagai orang yang memiliki “new face” dan “Gangnam Beauty”. Cap sebagai “new face” dan “Gangnam Beauty” sering digunakan untuk merendahkan mbak Mi Rae. Sifat pemalu dan minder tetap melekat pada diri mbak Mirae, walaupun sudah cakep maksimal. Sampai suatu saat, Ia bertemu Do Kyung Seok, lelaki tampan yang mau menerima Ia apa adanya, ndak menilai wanita berdasar penampilan saja— yang penting hati mbaknya baik. Yah walaupun diawal Mas Kyung Seok ini selalu dikejar Mbak Soo A yang katanya lebih cantik dari Mbak Mi Rae, tapi Mas Kyung Seok lebih memilih Mbak Mirae yang cantik hati nya.
Saya lupa kapan pertama kali mengikuti seri-seri drama Korea, saya jujur tidak takut dicap gak cowok atau penggemar plastik. Bagi saya menonton drama Korea bukan hanya soal mencari hiburan saja, lebih dari itu, di saat saya menonton drama Korea saya belajar perspektif baru sebagai seorang manusia dan lelaki yang hidup dalam budaya patriarki.
Saya seringkali mengabaikan omongan dan cap dari teman yang mengatakan bahwa menonton drakor itu enggak laki banget. Bagi saya menonton drakor itu adalah salah satu cara memperluas perspektif dan meraih pembelajaran hidup.
Lelaki boleh menangis
Budaya patriarki selalu memaksa saya untuk berlaku jantan, macho, dan sebangsanya. Bahkan dalam menghibur diri orang-orang dalam lingkungan saya seolah memaksa saya untuk berlaku demikian. Menonton drama Korea seolah menjadi tanda bahwa si penonton gak laki-laki, cengeng dan suka drama. Saya tak memungkiri bahwa dalam adegan-adegan drama Korea pemeran tokoh laki-laki terkadang ditampilkan dalam adegan sedih dan kadang ditampilkan menangis.
Dalam kehidupan sehari-hari saya sebagai laki-laki sering didikte supaya tegar dan kuat, yang boleh menangis hanyalah perempuan. Lantas, apakah menangis itu tidak boleh laki-laki lakukan, padahal menangis adalah bagian dari cara mengungkapkan perasaan.
Selain sebagai cara untuk mengungkapkan perasaan yang murni, menangis dalam takaran tertentu juga dapat memberikan manfaat bagi kesehatan baik fisik maupun mental seperti mengeluarkan toxin dalam tubuh, memperbaiki mood, menjadikan mata lebih sehat, dan tentu saja akan membuat hatiku menjadi terasa lega. “Mashoook!”
Kasih Sayang Ibu tak akan pernah luntur
Saat menonton drama korea, saya berkali-kali disuguhi adegan yang membuat saya baper bukan main, adegan penuh cinta dari seorang ibu kepada anaknya. Tak peduli bagaimana anggapan seorang anak kepada ibunya, ia akan selalu berusaha mencintai anak-anaknya dengan sepenuh hati. Walaupun hubungan ibu dan anak sempat renggang akan tetapi yakin lah bahwa tak ada salahnya memperbaiki semua dan mulai saling mengasihi antar anggota keluarga, untuk membentuk keluarga yang harmonis. Kejujuran dalam berkata-kata kepada anggota keluarga harus kita lakukan, agar nanti tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.
Rupa yang menawan tak menjamin kamu bahagia
Adegan-adegan yang menunjukan perilaku lelaki yang seringkali menganggap kecantikan hanya sebagai objek, dan memaksakan standar kecantikan mereka kepada wanita begitu gamblang ditampilkan dalam drama korea. Wanita harus langsing, wanita harus penurut, dan berpenampilan feminin.
Masih teringat sebuah dialog Gangnam Beauty, setidaknya begini;
“kau sangat cantik, kau membuat kami tak perlu memasang dekorasi untuk ruangan ini.”
Sebuah gambaran bahwa kecantikan seringkali dikomodifikasi demi kepentingan segelintir golongan. Standar kecantikan seringkali diseragamkan, dan makna cantik hanya sebatas paras yang menawan saja.
Paras yang menawan baik laki-laki maupun perempuan seolah menjadi “modal” utama untuk mendapat pekerjaan. Orang-orang dengan paras cantik dan tampan seringkali di cap “positif” untuk mendapat pekerjaan dan kesuksesan dalam kehidupan sosial. Padahal untuk bertahan dalam lingkungan sosial yang keras tak hanya bermodalkan paras yang menawan saja, akan tetapi juga membutuhkan kecakapan, baik sosial, maupun kecakapan pekerjaan.
Interaksi antar manusia terjadi tidak berdasarkan kamu jelek dan kamu cantik atau tampan saja, lebih dari itu interaksi antar manusia terjadi karena manusia adalah makhluk sosial. Yakinlah, bahwa masih banyak manusia yang berhubungan dan dan saling mencintai tanpa melihat hanya pada aspek wajah, tapi juga pada aspek sosial.
Adegan-adegan dan dialog dalam drama ini menggambarkannya secara gamblang, bahwa dalam masyarakat modern ada fenomena bahwa menjadi cantik atau tampan seolah menjadi modal untuk meraih kesuksesan dan kepuasan hidup. Padahal untuk meraih kesuksesan dan kebahagiaan tak melulu soal paras yang rupawan saja, akan tetapi kecakapan sosial, keterampilan dan tentu saja keberuntungan. Jangan lupa bantuan orang dalam juga penting mencapai kesuksesan.
***
Leave a Reply