Persaingan Ideologi Komunisme dan Liberalisme Pada Masa Perang Dingin

Amerika Serikat dan Uni Soviet adalah dua negara yang memegang kunci politik global pasca perang dunia kedua. Sebelumnya kedua negara ini beraliansi saat membendung kekuatan blok fasisme Jerman. Akan tetapi, kemenangan sekutu malah menimbulkan persaingan antara Amerika dan Soviet. Bahkan keduanya bersitegang untuk menjadi negara adi kuasa atas kehidupan politik dunia.

Sebenarnya, pertentangan antara Amerika dan Soviet sudah berlangsung dari awal perang dunia kedua. Hal mendasar yang memantik pertentangan itu adalah soal perbedaan ideologi diantara kedua negara. Amerika mengusung ideologi Liberalisme sementara Soviet berhaluan Sosialis-Komunisme.

Pertentangan nampak jelas ketika Amerika dan Soviet ditambah Britania Raya dipertemukan di Potsdam pada 17 Juli – 2 Agustus 1945. Pertentangan keduanya terus berkembang, puncaknya ketika Presiden Amerika, Harry S. Truman mengeluarkan ultimatum membentuk negara demokratis di wilayah Eropa Timur. Pernyataan politik Harry ini kemudian ditentang oleh Stalin yang cenderung menginginkan berdirinya negara komunis di wilayah Eropa Timur.

Untuk dapat memuluskan ambisi politiknya, Amerika membuat beberapa kebijakan politik containing atau pengepungan terhadap wilayah-wilayah yang sudah dikuasai komunisme. Selain itu, Truman juga memberikan bantuan ekomoni terhadap negara-negara di kawasan Eropa melalui kebijakan Marshall Plan.

Manuver politik yang dilakukan Amerika segera mendapat respon dari Soviet. Guna membendung usaha-usaha politik Amerika, Soviet membentuk pemerintahan Komunis di sebagian wilayah Eropa dan melakukan pembersihan terhadap pemimpin-pemimpin yang anti komunis. Selain itu, Soviet dengan agen-agen rahasianya mulai melakukan gerakan revolusioner anti kapitalisme dan imperialisme.

Pada 4 April 1949, Amerika berhasil membujuk negara-negara dikawasan Eropa Barat untuk membentuk pakta pertahanan bersama. Pakta pertahanan itu kemudian dinamakan North Atlantic Treaty Organization (NATO). Tak lama setelah pembentukan NATO, pada 1955 Soviet juga membentuk Pakta Pertahanan Warsawa bersama negara-negara di kawasan Eropa Timur. Pembentukan pakta pertahanan Warsawa ini untuk mengimbangi kekuatan militer dari NATO. Dengan kemunculan dua kekuatan organisasi militer ini semakin memperburuk hubungan diplomatik Amerika dan Soviet. Meskipun keduanya saling bersitegang sampai membentuk aliansi militer, tetapi tidak sampai terjadi perang terbuka antara blok Amerika (barat) dengan Soviet (timur), sampai runtuhnya Soviet pada 1991.

Hal ini mengisyaratkan bahwa keduanya mempunyai kekuatan yang seimbang. Ketegangan yang terjadi antara blok Barat dengan blok Timur ini sering disebut juga Cold War (Perang Dingin).

Awal Perang Dingin

Setelah Amerika dan Soviet bersekutu dan berhasil menghancurkan kekuatan Fasisme pada perang dunia kedua, kedua negara itu justru mempunyai pandangan yang berbeda dalam membangun kembali Eropa pasca perang. Kendati kedua negara tidak pernah berhadapan secara langsung di medan perang, tetapi ketegangan yang diciptakan, mempengaruhi berbagai gejolak di berbagai negara. Seperti konflik di Korea, Vietnam, Hungaria, Cekoslavia dan berbagai negara lainnya. Konflik tersebut tidak bisa dilepaskan dari peran dua kekuatan besar yang ingin melebarkan hegemoninya di seluruh dunia.

Perbedaan Ideologi yang sampai saat ini masih diyakini sebagai pemantik awal ketegangan Amerika (Liberalisme) dan Soviet (Sosialis-Komunisme) antara tahun 1947-1991. Terlepas dari itu, ternyata perang dingin membawa dampak kehidupan sosial dan ekonomi dunia. Pasalnya, banyak negara khususnya di kawasan Eropa yang mengalami kerugian besar baik secara materiil maupun non materiil pasca perang dunia kedua. Realita seperti ini yang kemudian dimanfaatkan Amerika, juga Soviet dalam mengembangkan pengaruhnya terhadap negara-negara yang mengalami krisis.

Berawal dari pidato Stalin di Moskow pada 9 Februari 1946. Stalin menekankan pentingnya pembangunan dan pengoptimalisasian hasil produksi ekonomi Soviet pasca Perang. Pidato Stalin itu diinterpretasikan berbeda oleh presiden Harry S Truman, baginya pidato Stalin adalah tantangan untuk kubu Amerika Serikat. Bahkan Willian O Douglas mengatakan bahwa Stalin ingin memulai perang dunia ketiga.

Dalam Buku, Wardaya F.X. Baskara Tulus, Perang Dingin dan Reintepretasi Sejarah Indonesia. Asumsi pihak Amerika didasari atas penolakan Soviet terhadap kebijakan Marshal Plan. Dengan penolakan Soviet ini justru menimbulkan kecurigaan bagi pihak Amerika. Amerika berpendapat bahwa setelah Soviet pulih secara ekonomi, negara itu akan memperkokoh kekuatan militernya untuk menyebarkan ideologi komunisme ke seluruh dunia. Dari pernyataan inilah, mulai timbul asumsi bahwa Amerika merasa Soviet adalah ancaman nyata bagi kepentingan politik dan ekonomi global Amerika.

Menurut Sutarjo Adisusilo, J.R, dalam Sejarah Pemikiran Barat Dari Klasik sampai yang Modern. Kekhawatiran Amerika semakin terlihat ketika pengaruh Soviet telah sampai ke kawasan Eropa Timur dan Tengah. Sampai tahun 1949 sudah ada tujuh negara yang menjadi negara komunis baru. Dihapusnya tiga negara kecil (Lithuania, Esthonia dan Latvia) menjadi integral dari Uni Soviet semakin menguatkan asumsi itu. Perubahan yang terjadi di kawasan Eropa Timur ini pada mulanya berdampak positif. Terbukti dengan pertumbuhan Ekonomi kawasan komunis baru sebesar 14 persen.

Tindakan yang dilakukan Truman selain melancarkan doktrin Develomentisme, juga melakukan Contaiment Policy (membatasi ruang gerak bagi komunisme) dalam melebarkan pengaruhnya di dunia, khususnya Eropa.

Pakta Pertahanan Warsawa

Keadaan situasi global pada perang dingin serta terbentuknya Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) membuat Soviet semakin berhati-hati dalam menjalankan manuver politiknya. Kekhawatiran Soviet semakin jelas, ketika Jerman Barat ikut bergabung dengan NATO. Dengan terintegrasinya Jerman Barat dalam tubuh NATO, semakin menambah ancaman bagi keberlangsungan Soviet dan negara-negara Komunis di Eropa.

Pada 14 Mei 1955 di Warsawa, Polandia. Terbentuklah suatu Pakta Pertahanan yang diprakarsai oleh Nikita Khruschev dari Uni Soviet. Pakta Pertahanan Warsawa, ini merupakan bentuk dari kesiapan pihak Soviet dalam menanggapi segala kemungkinan serangan yang dilancarkan oleh NATO.

Awalnya, Pakta Warsawa beranggotakan tujuh negara Eropa, yaitu: Uni Soviet, Bulgaria, Albania, Hungaria, Polandia, Rumania, dan Cekoslovakia. Kemudian Jerman Timur mulai bergabung dengan Pakta Warsawa di tahun 1956. Akan tetapi di tahun 1961 Albania memutuskan untuk keluar dari keanggotaan Pakta Warsawa.

Kehadiran NATO dan Warsawa dalam panggung politik bangsa-bangsa Eropa pada waktu itu, membuat dampak buruk bagi keamanan kawasan tersebut. Meskipun kedua aliansi militer ini terbentuk dengan dalil untuk menciptakan kedamaian dunia, akan tetapi perbedaan ideologis dan kepentingan-kepentingan ekonomi-politik menjadi hal utama mengama NATO dan Warsawa berdiri. Yang menjadi catatan khusus adalah, kehadiran dua blok militer ini membawa dampak terhadap stabilitas keamanan dan politik di kawasan Eropa. Sebab, negara-negara yang memiliki tendensi untuk tidak mau ikut campur atau netral secara ideologis dan politik akan, menjadi “lahan permainan” kedua kekuatan besar itu.

***

Penulis: Bima Saputra 7 Articles
Sejarawan Freelance, pengagum ide-ide gendeng. Sekarang ini bekerja serabutan sebagai penulis bebas dan tukang gali sumur. Penulis bisa dihubungi lewat email: bimo674@gmail.com

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.