Andai Semua Orang di Dunia ini adalah Pengangguran

Saya ingin menceritakan sebuah kisah di masa depan yang sangat jauh, 5 menit sebelum kiamat maha dahsyat melanda bumi. Dunia dimana semua manusia hanyalah pengangguran saja, karena dimasa ini mesinlah yang bekerja, bukan para manusia. Tapi jangan membayangkan adanya revolusi robot yang menuntut bekerja tanpa diberi upah sedikitpun, karena sejatinya mesin hanya sebuah alat untuk meringankan beban manusia.

Di sektor pertanian tidak lagi ditemui bapak-bapak yang mencangkul sawahnya sambil sambat soal murahnya harga hasil bumi karena proyek impor oleh pemerintah. Lha wong negara saja sudah tidak ada, ndes! Mesin–mesin yang digunakan pun go green; menggunakan energi non fosil untuk menunjang keberlanjutan ekologi bumi. Untuk mencegah gagal panen dari terjangan badai dan hama, tempat pertanian dibuat gedung greenhouse bertingkat. Dimasa ini mesin yang melakukan segalanya; mencangkul tanah, penyiraman, sampai panen. Manusia hanya bekerja ketika menanam bibit, menyemai, dan mengawasi kinerja mesin, siapa tahu ada yang mogok kerja!

Di sektor peternakan pun dibuatkan gedung yang bertingkat pula, agar efektif dan efisien dalam penyediaan lahan. Selain itu penempatan dalam gedung ini meminimalisir gas metana dari mbelek hewan ternak agar tidak terbang bebas menuju atmosfer, karena si mbelek inilah salah satu faktor yang mengakibatkan efek rumah kaca.

Q: “Lho ini mesinnya dan manusia dimana, kok belum dibahas?”

A: “Sek to alon-alon, sebagai mahasiswa geografi saya harus menyisipkan pesan mencintai bumi, biar tidak dimarahi sama Bu Hastuti, dosen saya tercinta.”

Lanjut, nah si mbelek ini dijadikan sumber energi permesinan maupun untuk gas dan listrik buat manusia, setelah full decomposed digunakan sebagai pupuk untuk menunjang sektor pertanian. Mesin hanya bertugas untuk memberi makan, memeriksa kesehatan ternak, menjagal, dan mengumpulkan mbelek. Lagi-lagi manusia sebagai operator saja.

Q: “Sebentar, mesin menjagal? Status halalnya gimana dus?”

A: “Iya kan disetiap sesi pemotongan ada operator yang baca doa, sekalian pemotongannya berdasarkan kaidah syariat!”

Di sektor manufaktur, serupa dengan yang diatas. Mesin yang menangani, manusia hanya operator. Mau memintal, menjahit, merakit mobil, dan lain sebagainya autopilot deh pokoknya. Manusia cuma nonton sambil ngobrol ditemani kopi sembari mengecap senja, enak kan? Manusia, benar-benar bekerja hanya di dua sektor, pendidikan dan kesehatan, baik kesehatan fisik maupun mental. Karena mesin tidak akan bisa menggantikan peran manusia untuk mendidik dan merawat kamu.

Untuk permasalahan penelitian, seni, dan segala seluk beluk yang berkaitan dengan keduanya bukan lagi menjadi suatu profesi. Akan tetapi berubah menjadi kegiatan selingan dimana manusia bosan menganggu, gabut dan akhirnya mencipta. Dalam proses gabut ini tidak masuk dalam kategori kerja. Emangnya kamu gitaran bersama teman-teman itu kerja? Dan hak cipta sudah tidak berlaku lagi, uang saja sudah tidak ada. Ngapain lagi coba?

Q: “Penelitian kok gabut? Wah gila kamu ya!”

A:  “Kamu yang gila, Newton saja menemukan teori gravitasi karena gabut!”

Terakhir, masalah keamanan dan komunikasi. Dimasa ini tidak ada lagi pak polisi dan pak tentara. Peran mereka digantikan oleh siskamling, dari hasil musyawarah mufakat masyarakat dan digilir menurut shift-nya. Dimasa ini tidak ada lagi alutista, yang tersisa hanya pentungan listrik, kalo ada yang mabuk terus rese!

Masalah komunikasi terkait pembagian wilayah administrasi dan aturan-aturan antar wilayahpun menggunakan sistem musyawarah mufakat. Karena semua gedung pertemuan disetiap desa ada layar besar buat video call ke seluruh wilayah regional. Jadi tidak butuh lagi dewan perwakilan rakyat yang tidak merakyat.

Kalau jaman sudah seperti itu kamu mau kerja apa Lur? Kerja tidur pun pasti di bayar. Tidak akan ada lagi upah berdasarkan UMR, yang ada berapa lama kamu bisa santai dan bermanja-manja dengan sanak-saudara. Kita akan hidup sesuai dengan pepatah Marx; “Pagi menggembala domba, sore memancing, malam hari bercengkrama dengan keluarga sambil berdiskusi filsafat.” Zaman yang revolusioner kan? Awas dituduh Komunis.

***

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.