Bob Marley: Perlawanan Kaum Minoritas Lewat Lirik-Lirik Kemanusiaan

Aku kini menjalani pekerjaan pertamaku di salah satu bimbingan belajar di Kota Solo. Dunia pekerjaan kini benar-benar aku hadapi, aku saat ini mengalami rasa sepi ditengah ramai, rasa ramai dalam keadaan sepi. Yah, menyendiri di warung kopi jadi alternatif untuk mengatasi sepi yang dari dulu tak pernah ku rasakan di kota Yogyakarta.

Kira-kira sudah 15 menit aku menyendiri di sudut ruangan warung kopi ini. Sayup-sayup musik reggae merambat menuju gendang telinga dan berakhir di otak. Lagu yang kudengarkan, adalah karya-nya Bob Marley, and The Wailers three little birds. Seperempat jam kemudian, libido ku untuk menulis tentang lagu-lagu Bob Marley and The Wailers memuncak.

Ditengah kehidupan manusia, perbedaan menjadi hal yang lumrah terjadi dan selalu muncul dalam bermasyarakat. Perbedaan-perbedaan sebenarnya bukan penghalang untuk menjalin harmoni sosial. Ditengah masyarakat yang cenderung majemuk, adanya perbedaan sering kali melahirkan kelompok mayoritas dan kelompok minoritas. Adanya kelompok mayoritas dan minoritas jika tidak disikapi dengan baik sesuai dengan prinsip kesetaraan, tentu akan melahirkan dominasi satu kelompok tertentu.

Dominasi kelompok terhadap kelompok lain akan melahirkan ketidak-harmonisan dalam bermasyarakat. Tentu saja ini akan berdampak negatif bagi kehidupan. Praktik rasisme dan penindasan terhadap manusia lainnya, adalah dampak nyata yang ditimbulkan dari ketidakharmonisan kehidupan bermasyarakat.

Adanya karya seni dalam masyarakat dapat dijadikan media untuk melakukan perlawanan—terutama seni musik. Inilah yang dilakukan Bob Marley. Bersama grup band reggae-nya The Wailers, Bob Marley berhasil memberikan pengaruh yang besar pada masyarakat dunia—tak terkecuali di Indonesia. Bahkan ada yang menjadikan lagu Bob Marley sebagai “lagu religi” pada sebagian kelompok masyarakat. Sebab, lagu-lagu kreasinya banyak mengandung pesan perjuangan, perlawanan, kesetaraan dan cinta.

Dalam setiap lirik yang Bob Marley nyanyikan terkandung banyak nilai kemanusiaan. Seperti pada lagu, Judge Not, Simmer down, One Love dan No Woman No Cry. Beberapa lagunya pun terkadang terselip kata-kata tokoh dunia yang menentang ketidaksetaraan terhadap suatu kelompok—terutama penindasan rasial, kolonialisme dan imperialisme. Seperti pada lagu “Get Up, Stand Up,” lagu yang diciptakan Bob Marley dan Peter Tosh pada tahun 1973 ini memiliki lirik yang tegas dan jelas untuk memperjuangkan hak-hak manusia. Selanjutnya, lagu yang berjudul “War” begitu keras menampar praktik diskriminasi ras, kolonialisme dan imperialisme yang terjadi karena adanya pihak superior dan inferior. Pada sebagian liriknya berisi pidato dari Haile Selassie pada sidang umum PBB tahun 1963 yang mengutuk agresi Italia terhadap Ethiopia. Lagu yang berjudul ”Redemption Song,”  juga sarat dengan nilai-nilai perlawanan terhadap penindasan.

Emancipate yourselves from mental slaver, None but ourselves can free our mind.”

Pada penggalanan lirik lagu ini mengajak kita untuk membebaskan diri untuk melepaskan segala bentuk penjajahan baik fisik maupun mental. Penjajahan seringkali hanya diidentikan dengan penjajahan fisik, padahal penjajahan mental jauh lebih berbahaya karena warisan penjajahan mental dapat beranak pinak dan diwariskan turun menurun. Ia akan mengakar jadi ketakutan-ketakutan dan keangkuhan yang lama kelamaan meniadaan “kemanusiaan” yang ada hanyalah cari untung dan untung, tak peduli walaupun merampas hak manusia lain.

Lagu-lagu lain seperti; Africa Unite, Revolution, Crazy Baldhead, I Shot The Sheriff, Burning and Looting, dan Buffalo Soldier, juga sarat dengan nilai-nilai perlawanan.

Paktik-praktik perlawanan tehadap penindasan dalam berbagai bidang dan juga perjuangan menuju kesetaraan sebagai manusia masih berlangsung hingga kini. Selama praktik perlawanan dan juga perjuangan masih ada, lagu-lagu yang Bob Marley hasilkan akan selalu terdengar dengan lantang. Musik bukan hanya sarana hiburan. Lebih dari itu. Jika dimanfaatkan lebih lanjut, musik dapat menjadi sarana penyampai pesan kemanusiaan untuk melawan berbagai penindasan.

***

Penulis: Setiyoko 5 Articles
Pecinta buku sastra, dan sekarang bekerja sebagai Guru Partikelir di Kota Solo. Penulis bisa dihubungi lewat email: setiyoko03@gmail.com

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.