Siapa di dunia ini yang tak tahu musik? Bagian dunia mana yang gak ada musiknya? Dari masyarakat paling sederhana sampai yang bingung untuk dijelaskan, musik inshaalloh ada. Soalnya, saya sendiri sejak mengenal musik sampek belajar nulis kayak gini soal musik gak pernah ada yang gak musikan. Pernah sih dengar dulu sekali saat masih duduk di bangku MTs, dan baca dari hasil stalking konten-konten soal musik di mbah google, ada hukum (agama) yang melarang mendengarkan musik. Terlepas dari adanya aturan tersebut, musik selalu ada di kehidupan. Orang butuh musik setiap saat dan dimana saja, setiap sudut kehidupan ini gak luput dari musik. Musik merupakan bagian dari kebudayaan, hasil dari kekayaan intelektual manusia yang mempunyai daya cipta, rasa, dan karsa. Menurut buku pengantar antropologi, kebudayaan memiliki tujuh unsurnya, dan salah satunya adalah keseniaan. Musik masuk dalam subunsur kesenian. Ini belum beranjak ke arah ekonomi dan hak asasi, artinya kesenian adalah milik rakyat, milik segenap manusia yang menjadi anggota dari masyarakat.
Ketika teknologi berkembang, musik juga berkembang dari alatnya, perlengkapan lainnya yang mendukung, dan tentunya adanya teknologi perekaman. Musik mulai memiliki nilai ekonomis, oleh karena itu didistribusikan dan melampaui batas-batas domestik atau negara. Lalu mulailah ada group musik terkenal dan penggemarnya. Tentu saja, penggemar sejati disini adalah mereka yang bisa memiliki karya group band tersebut, menikmatinya sesuka hati dari cara membeli. Mungkin keluarga, kerabat, tetangga yang ikut dengerin bisa menjadi penggemar, yang penulis katakan yang kurang sejati. Karena beberapa faktor, tak punya cukup uang, tak punya akses buat beli, sengaja dirahasiakan oleh penggemar sejati pertama, dan sebagainya, namun yang menjadi faktor utama tetaplah kesanggupan secara ekonomi. Oleh karena itu, ada pepatah yang mengatakan maksud hati ingin memeluk bulan namun apa daya tangan tak sampai. Kemudian munculah orang-orang yang meluangkan waktunya untuk melakukan pembajakan. Mereka ada demi menyenangkan diri sendiri, berbagi secara iklhas, dan sampai pada tujuan ekonomi. Dulu pembajakan yang sering saya temui berupa CD/VCD yang nanti diputar di rumah, buat temen nyapu halaman rumah, dan lain sebagainya sesuka hati.
Itu semua berawal dari sebuah temuan tentang bentuk file musik bernama Mp3 dan nantinya juga disusul dengan berkembangnya Teknologi Informasi dan Komunikasi. Pernah saya baca dari chirpstory-nya mas eko wustuk, penulis bergenre musik rock utamanya grunge dan buku yang dihasilkannya ada Catatan Pinggir Grunge Lokal, Dua Senja Pohon Tua, dan yang baru-baru ini Rock Memberontak, yang ngetwit tentang sejarah mp3 dan pembajakan musik yang merugikan industri musik.
Namun, temuan ilmuwan-ilmuwan tersebut gak dapet respon dari industri musik waktu itu, dan mereka pun gak mamatenkan temuannya, wes kono pek-pek en. Mereka share lah software kompresi sekaligus pemutar mp3 ke internet. Dari waktu ke waktu ada kelompok chatting dan sharingers di dunia maya. Didapatlah harta karun itu, memudahkan mereka bercakap dan berbagi, termasuk musik yang sebelumnya ukurannya terlalu besar dari CD dan untuk dibagikan. Lahirlah pembajakan dari situ. Kelompok itu disebutkan adalah generasi yang masuk kuliah tahun 1997. Singkat cerita, akhirnya munculah situs-situs pembajakan karya manusia-manusia IT, gerakan tersebut sangatlah sistematis, terstuktur dan masif karena penggemarnya sangat banyak dengan berbagai motif gak cuma ekonomi, ada yang cuma pamer juga. Dari situlah embrio pembajakan berkembang hingga jadi dewasa ini. Di akhir bagian, Mas Wustuk ngetwit, pembajakan tersebut bikin industri musik berbasis CD nyungsep rakaru-karuan.
Pembajakan memang sudah sangat dekat dengan masyarakat kita. Saking dekatnya, musisi-musisi idola yang koar-koar stop pembajakan gak digubris, yang penting enak, terhibur, dan ngefans. Pembajakan masih merupakan hal yang sangat wajar terjadi, biasa wae. Sebagai manusia yang terdidik terutama Pendidikan Kewarganegaraan, sehingga agak faham babagan hak dan kewajiban, pastinya hati kecil berbisik kalau tindakan itu agak gak bener. Hehe. Pembajakan adalah hal terhina (mungkin) di mata para musisi dan tentunya industri musik yang tentu saja antek-antek kapitalis itu, mereka adalah alien, mereka menduduki strata terendah, gak diakui oleh masyarakat musik, gak terdidik, gak ngerti hak, gak ngerti kewajiban.
Disini saya mau ngasih opini saya soal itu, karena saya sendiri jujur saja, adalah salah satu anggota dari masyarakat kelas dengan kategori yang saya tulis tadi. Menurut konsep masyarakat konsumsinya Jean Bauldilard, konsumsi seperti halnya bahasa bukan pada kata-kata yang menjadi fokusnya, namun pada sistem yang bisa digunakan untuk berinteraksi. Kalo gak konsumsi, berarti orang gak sah jadi anggota sebuah masyarakat sama kayak bahasa. Konsumsi dalam hal ini adalah membeli produk musik asli dari yang buat menjadi syarat diakuinya menjadi anggota masyarakat musik. Adalah sebuah hukum, bahwa aku mengkonsumsi maka aku ada. Namun balik lagi dengan gerakan pembajakan yang tersistem, terstruktur, dan masif tadi, yang saya lihat juga dilakukan oleh masyarakat kita sendiri dan bahkan setelah era kaset pita digantikan CD itu adalah terakhir saya melihat orang-orang disekitar saya termasuk saya sendiri melakukan konsumsi yang sebenarnya. Bahkan musisi-musisi lokal yang saya kenal, bisa main musik, buat band, sampek manggung sana-sini dan bahkan buat album adalah berkat musik-musik bajakan yang mereka dapet dari download dan sharing dari teman yang duluan download. Kayaknya masyarakat kita baru insaf kalo jadi musisi dulu baru gak mbajak. Masyarakat kita kurang empati sama nasib musisi sama industri musiknya.
Ada beberapa faktor sebenarnya kenapa orang gak mau repot buat beli kaset aseli, tentu terutama keberadaan ekonomis, gak tau beli dimana yang ini menyangkut distribusi, dan tentu saja situs untuk akses mp3 gratis masih amat sangat mudah meski banyak situs yang katanya sudah banyak diblokir dan banyak penyedia toko mp3 sah di internet. Ketik saja mp3 gratis di searh engine google misalnya, ngeklik sampek halaman berapapun pasti ada penyedianya. Bahkan gak niat nyari mp3pun, kata kunci yang gak nyambung sama babagan mp3 babarblas bisa-bisanya nyambung ke situs mp3 gratis dengan format yang mucul: download(spasi)kata kunci yang anda ketikan(spasi)ukuran beberapa mb(spasi)gratis, duhdek. Di lain sisi memang harus diakui, adanya mp3 gratis orang-orang ekonomi ndlosor kayak saya gak bakal tahu nikmatnya dengerin lagu 90’an, sok-sokan fanatik waktu ada konser band tertentu yang musiknya didapatkan dari mbajak. Itu menunjukan bahwa masyarakat kita emang butuh hiburan secepatnya. Dan musik yang diidamkan oleh masyarakat kita adalah musik rakyat, yang pro-rakyat.
Musisi, pengamat musik, industri musik, dan pihak manapun yang bersangkutan pasti tahu dan harusnya bijak menyikapi ambiguitas mp3 gratis ini, tidak serta merta mau membinasakan inspirasi rakyat kecil yang cepat dan murah. Apalagi nanti kalo sudah keterlaluan dan jadi susah kalo MUI bisa mengeluarkan fatwa haram pembajakan. Saya pun juga sangat mengapresiasi musisi yang rela musiknya didownload secara gratis seperti Mbak Leilany Frau. Namanya juga belajar berpendapat, semoga bermanfaat, dan pastinya nanti saya berusaha dari diri sendiri bisa bersikap adil terhadap suatu karya seni.
***
Leave a Reply