Kajian Diskusi Mingguan Tentang Proyek PKM dan Anomali Penelitian Mahasiswa

   Diskusi mingguan Mazhab Colombo kali ini membahas tentang Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) dengan pemantik Kholid Irsani mahasiswa Pendidikan Sejarah. Sang pemantik menuliskan materinya dengan judul “PKM (Proyek Kreativitas Mahasiwa). Diskusi yang diadakan pada tanggal 12 Mei 2016, di parkiran pusat kegiat mahasiswa fakultas ilmu sosial UNY ini diikuti oleh sekitar 15 orang yang berasal dari beberapa fakultas. Membicarakan soal Program Kreativitas mahasiswa sebenarnya mungkin sudah agak kadaluarsa, Bukan karena persoalan PKM itu sudah terlalu banyak dibicarakan, namun program kreativitas mahasiwa memang sudah menjadi realita yang kasat mata di kampus. Tetapi tidak salah apabila PKM ini dijadikan sebagai bahan obrolan untuk mengisi waktu luang.

    Diskusi dimulai dengan pemaparan dari sang pemantik mengenai asal-usul Program PKM yang awalnya adalah KAM. Diawali dengan asumsi pemantik bahwa PKM hanya dijadikan proyek untuk mencari dana dari dikti, padahal sebenarnya tujuan PKM sebenarnya sangat mulia yaitu mengembangkan kemandirian melalui kegiatan yang kreatif dalam bidang ilmu yang ditekuni. Dari pengungkapan itu kemudian muncul pertanyaan dari Adi mahasiwa Fakultas Teknik yang merupakan salah satu peserta diskusi: bagaimana tindak lanjut kampus setelah program penelitian atau cipta karya yang sudah selesai dijalankan? Dari pertanyaan tersebut muncul berbagai jawaban dan pernyataan yang membuat diskusi semakin ramai akan diskursus bersama. hal ini Dikarenakan jawaban yang muncul hampir semua menganggap bahwa program PKM kurang ada tindak lanjutnya dan sebagai proyek semata.

    Kemudian Bram mahasiswa FIS berpendapat bahwa PKM menjadi tempat terjadinya manipulasi anggaran. Pendapat tersebut juga diperkuat oleh Fahrudin yang notabanenya pernah membuat PKM, bahwa disitu memang terindidkasi mahasiswa diajarkan untuk memanipulasi anggaran guna melancarkan kegiatan yang diusulkan. Kholid berpendapat mengenai PKM yang hanya menjadi proyek akan tetapi tindak lanjutnya kurang ada, padahal uang yang digunakan berasal dari masyarakat yang dihimpun melalui pajak. Hal yang lebih parah PKM dijadikan ukuran kenaikan akreditasi kampus, semakin banyak PKM yang lolos, maka semakin besar peluang kenaikan akreditasi. Pernyataan tersebut ditambahakan oleh Danang yang berargumen bahwa seharusnya PKM itu dapat ditindak lanjuti, misalnya kalau PKM dalam bentuk penelitian sosial bisa dijadikan buku untuk dipublikasikan secara luas. Ia berpendapat bahwa seandainya PKM kurang ada tindak lanjutnya, lebih baik dana yang dipakai dialihkan kepada yang hal lebih nyata saja dan bermanfaat , seperti subsidi pendidikan untuk rakyat miskin.

     Dari pernyataan pernyataan diatas seolah olah PKM merupakan proyek tanpa ada tindak lanjut dan hanya membuang dana pemerintah untuk kegiatan yang kurang jelas kebermanfaatannya. Akan tetapi di pertengahan diskusi beberapa peserta diskusi mulai mengeluarkan pendapat silih berganti. Habib yang juga dari mahasiswa Fakultas Teknik (FT) mengungkapkan bahwa sebenarnya sudah ada bentuk buku yang berisi hasil karya PKM mahasiswa, akan tetapi buku tersebut hanya tersedia di pusat Kemenristek, dia juga berpendapat seharusnya memang pemerintah menjamin keberlanjutan PKM. Hal ini diterapkan pada saat awal pengusulan PKM. Selain itu sistem yang diterapkan juga harus ketat, harus dipilah mana karya yang berkualitas dan mana karya yang kurang berkuali. Kemudian mengenai tahapan penelitian PKM di bidang teknologi dia mengungkapkan bahwa usulan PKM yang diproses hanya usulan yang memang sesuai dengan kebutuhan industri dan keadaan masyarakat. Dimas yang juga merupakan mahasiswa FT mengungkapkan hasil karya PKM terkendala produksi masal, dikarenakan waktu dan biayanyapun terbatas, sehingga hasil karya dari PKM harus dilelang ke pabrik, seperti salah satu karya mahasiswa FT yang karyanya dilelang ke perusahaan multinasional untuk diproduksi secara masal. Hal tersebut juga diungkapkan oleh Aida mahasiswa FIS yang beranggapan bagaimana PKM akan ada keberlanjutannya kalau dana dan waktunya juga kurang mencukupi. Pada akhirnya diskusi yang tadinya berjalan lurus karena hanya menganggap bahwa program PKM hanyalah sebuah proyek belaka tidak sepenuhnya benar, karena ada beberapa mahasiswa yang memang menghasilkan karya dari program PKM.

   Program PKM memang seharusnya menjadi program yang benar–benar mengembangkan kreativitas mahasiswa. Dengan membuat program yang benar–benar berkualitas maka tidak akan terjadi lagi seperti yang diungkapkan oleh Puput salah satu peserta diskusi. ia berpendapat bahwa program PKM hanya beranjak dari kesadaran yang dangkal dan hanya berangkat dari keinginan untuk mendapatkan dana semata, sehingga mahasiswa berburu untuk lolos dalam PKM. Ketika berangkat dari kesadaran dangkal tersebut maka PKM hanya akan berujung pada proyek pencairan dana semata.

  Tim Redaksi

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.